RSS

Mi-Ho


Aku keluar dari pintu jamaah perempuan Masjid terbesar se-Asia Tenggara lalu segera menuruni tangga sebelah kanan, tangga terdekat dari pintu keluar, menuju lantai satu masjid. aku menyapu pandanganku ke bawah, berharap menemukan orang yang ku cari, namun nihil, aku tak menemukannya.
“Nanti makan dimana kak?” tanyaku pada kak Nur, kakak tingkatku yang berada tepat di sebelahku. Aku tahu dia sadar aku sedang mencari orang ‘itu’ dan pertanyaan ini ku harap dapat menghapus kesadarannya akan pencarianku.
“DI bawah, tempat kita buka puasa tadi, ada yang lain di sana,” jawabnya lembut mengingatkanku pada sekumpulan manusia yang terikat dalam sebuah organisasi penulis.
Kakiku akhirnya menapakkan tumitnya pada anak tangga terakhir, lalu perlahan melangkah ke arah kanan. Aku membuka lebar mataku yang membuat kornea mata berwarna coklat milikki terlihat membulat penuh ketika mendapati orang yang ku cari tak jauh berada di jalan yang sama-sama ku tuju.
“Saya mau ke kamar kecil dulu ya Zi.”
“Heh? Apa kak?” tanyaku terkejut.
“Saya ke kamar kecil dulu, kamu duluan aja,” jawabnya singkat.
“Eh iya kak,” jawabku cepat. Sedetik saja kau muncul di hadapanku aku kehilangan konsentrasi!
Aku melangkahkan kakiku menuju arahnya namun ku lihat ia tak akan keluar dari pintu masjid yang sama dengan yang akan aku lewati. Aku berusaha seolah biasa melangkahkan kakiku lebih lebar dari sebelumnya. Jarakku kini tepat satu meter di belakangnya. Dia tak menengok ke arahku, aku berusaha menyelaraskan langkah kakiku dengannya, dan aku tahu ia sadar dan memperlambat langkahnya. kini dia berada di sampingku, tak tepat di sampingku. Lebih tepatnya setengah meter di sampingku.
Aku masih diam, tak bersuara. Lampu yang terpasang di sepanjang tiang penyangga masjid menyala temaram membuat susasana semakin membisu. Aku hanya berani meliriknya sebentar melihat kacamata yang bertengger di telinganya. Ia mengembangkan senyum tipis, senyum yang tak mampu tertutupi oleh redupnya cahaya lampu.
“Mulai sekarang saya panggil kamu Mi Ho ya.”
Aku tersentak ketika sebuah kalimat meluncur dari bibirnya . aku menaikkan alis kiriku, “Mi Ho?”
“Iya Mi Ho,” jawabnya singkat.
“Artinya apa?” tanyaku polos. Aku benar-benar tak tahu artinya, yang aku tahu terakhir ia menghubungiku kemarin, ia sedang tergila-gila pada sebuah film Jepang dan mungkin saja salah satu pemerannya bernama Mi Ho pikirku.
“Ada deh,” jawabnya singkat lalu tersenyum nakal.
“Apa naa!” jawabku pelan dengan nada menekan karena aku tahu beberapa orang dalam organisasi kami sedang melihat ke arahku dan dia.
Iya tersenyum lagi, “Cari aja sendiri ya.”
“IIhh nyebelin loh, mama saya ngasih nama sampe potong kambing, masak kakak ganti tanpa mau ngasih tau artinya,” jawabku kembali dengan wajah kesal dan tubuh yang tak bisa dikontrol.
Hampir saja ku daratkan cubitanku pada lengan kirinya jika tak mengingat tatapan teman-teman lain padaku.
“Cari aja artinya, pokoknya mulai sekarang saya panggil kamu Mi ho,” ucapnya sembari menyunggingkan senyum. Senyum pertama kali yang membuatku terpikat dan rela menjalani hubungan tersembunyi ini dengannya.
Aku berlari meninggalkannya dengan wajah sedikit kesal dan malu. Melihat tatapan-tatapan yang sudah terlihat tajam menuju arahku.
Ia kembali tersenyum. Hey jangan terus tersenyum, atau aku akan terus terpikat padamu! Ucapku membatin.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment

Recent comments

Liariteteh. Powered by Blogger.