Liari Aziza's File

bagaimana bisa aku kembali menikmati senja di tepian mahakam,
ketika wajahmu tak lagi di sana bersemayam.-

jemariku yang masih jua tak bergerak menggoreskan pena,
di antara tumpukan buku-buku dan kertas-kertas tak bernyawa,
aku risau,
sedikit galau, banyak barangkali,

menatapmu dengan risau dan galau 😭😭😭

waktu tak mau berhenti ,
namun keputusan belum juga berdiri,
dekonstruksi atau resepsi,

lalu,
aku juga masih tak tau,
lembaran cerita mana yang seharusnya ku-ulik,
pelik!

rumit,
sedikit membuat kepala sakit, banyak mungkin,
mungkin.

Suatu senja di lampu merah kilang minyak

Kamu,
Adalah api keabadian yang masih disimpankan Tuhan
Yang selalu ku Amin-kan
di sepertiga malam,

Kamu,
Senyuman lebar di sela-sela getir kehidupan,
Di barak-barak kesunyian,
Di langkah-langkah tak bertujuan,
Di sini, di sepotong hati kecil tak bertuan,

Samarinda, 8 januari 2016

Pergilah, jika itu buatmu bahagia,
Pergilah, jika itu membuatmu lebih bersahaja,
Tak apa,
Aku tersenyum dalam luka,
Jika itu dapat membuatmu bersuka

Pergilah, jika lukaku ialah penghapus dukamu
Jadikan aku masa lalu,
Aku tak apa,
Meski senja tak pernah lagi sama,
Merah saga, yg tak lagi nyala..


Samarinda, 3 Agustus 2016

seperti dua tahun lalu, ketika rintik hujan memaksaku menepi tak jauh dari tempatmu bernaung
di tempat kita pernah membagi tawa bersama..
tapi ini bukan setahun atau dua tahun lalu, ini sekarang. sekarang dan tetap menjadi sekarang..
dimana kau tak lagi bernaung di tempat yang sama..
dan kita tak lagi membagi tawa yang sama..

hujan yang jatuh menghantam permukaan bumi pun seolah tak lagi sama,
mereka membawa hentakan suara yang berbeda,
bukan lagi hentakan gelak tawa riang bajumu yang terlapis air hujan..
namun hentakan jejak nestapa kosong tak bertuan..

Samarinda, 5 Juli 2014