ini cerpen yg kemarin masuk kaltim post, menurut saya sih masih bagus cerpen Mi Ho yg pertama masuk kaltim post 13 Oktober tahun lalu, selamat membaca :)
BIKONKAF
“Dan hanya dalam gelap, ku rengkuh
ragamu erat”
***
14 Maret 2010
Jepang pagi, dengan dingin yang menyapa, Aiyra baru saja meletakkan
laptopnya di atas meja kemudian membukanya perlahan. Aiyra mengerjap sejenak,
mengawang tentang mimpi-mimpinya yang bertaburan kini satu persatu mulai
menjadi kenyataan. Termasuk keinginan terbesarnya untuk pergi ke Jepang.
Dinginnya hujan Samarinda tak ada apa-apanya jika dibanding dingin
di sini! Aiyra membatin, lalu mulai
merekatkan syal birunya di leher. Perapian yang menyala tepat di tengah
restoran hanya sedikit saja menyebarkan hawa hangat, hawa hangat yang dibagi
kepada seluruh pengunjung yang jelas tak akan cukup.
Aiyra menggesekkan kedua telapak tangannya berulang-ulang. Lalu menyalakan tombol pada laptop silvernya,
lampu tombol laptop berkedip sesaat lalu redup kembali. Aiyra menepuk jidatnya,
ia lupa jika semalam ia mengerjakan laporan berita. Ia merogoh tas ransel
birunya berharap tak meninggalkan charger laptop. Aiyra merengut kesal,
ia juga melupakan chargernya. Ia melirik pada teh hangat yang tak lagi
menarik untuk diminum. Aiyra segera membereskan barang-barangnya lalu pergi
meninggalkan restoran dengan sangat kesal
Aiyra melangkah perlahan di trotoar jalan, kedua tangannya mengepal
dalam jaket musim dinginnya. Matanya menatap cone-block yang terpasang
rapi sepanjang trotoar. Bibirnya tak berhenti berceracau kesal. Ia bahkan tak
memperhatikan pohon-pohon sakura tak berdaun yang berada di sepanjang trotoar
jalan dan memungkinkannya tersandung.
“Aiyra…”
Sebuah suara menghentikan langkahnya. Ia mengangkat wajahnya, Aiyra
tertegun sesaat. Lidahnya mendadak kelu, ia terdiam menatap sesosok pria tepat
berdiri di depannya.
***
21
Desember 2005
Minggu pagi dingin yang mengilukan tulang, seusai
rapat sebuah organisasi, mereka duduk satu meja sembari menyeruput segelas teh
hangat yang berada di hadapan masing-masing. Adam sesekali meniup teh yang
masih mengepulkan asap, sedangkan Aiyra memegang gelas sembari menatap Adam
lekat.
“Kakak sakit?” tanyanya pelan.
Adam mengangguk singkat. “Flu sepertinya,” ucapnya
kemudian sedikit menyunggingkan senyum tipis. “Saya ndapapa,” lanjutnya dengan
senyum yang lebih lebar.
Aiyra mengangguk ragu.
“Kemarin saya ketemu dengan Rais,” ujar Adam
kemudian kembali menyeruput teh hangat miliknya.
Aiyra mengangkat satu alisnya, ia sering sekali
mendengar nama Rais dari mulut Adam. Sesosok laki-laki yang tak pernah Aiyra
temui namun Adam kagumi. “Ketemu dimana?” tanya Aiyra mencoba antusias.
“Sengaja, kemarin janjian biar bisa ketemu di
depan tempat ngajar. Eh tau nda?”
“Nda lah kalau kakak nda ngasih tau,” seloroh Aiyra
disambut tawa Adam.
“Mr. Rais mau berangkat ke Jepang Aiy,” ucap Adam
bersemangat.
Aiyra hanya menaikkan alis kirinya sesaat. “Kapan?
Terus?”
“Ndatau, hebatnya orang tua itu,” ujar Adam. “Saya
bilang lok, ‘Mr. Rais, kalo ke sana bawa saya na, saya ngulang S1 lagi juga
nggak papa asal di sana’, terus taulah Mr. Rais bilang apa?”
“Apa?”
Adam terdiam sejenak. “Mr. Rais bilang, ‘iya Dam
saya bawa kamu tapi ada syaratnya, kamu nikah dulu sama Aiyra’ gitu katanya
terus saya bilang ‘tapi betul ya dibawa kesana’ setelah itu dia bilang ‘iya
nazar nah kita Dam, kalau kamu nikahi Aiyra saya bakal bawa kamu ke Jepang’
terus saya bikin perjanjian.”
Aiyra terhenyak, sesaat ia menatap laki-laki yang
memperbaiki kaca mata lensa bikonkaf yang bertengger di telinganya. Ia
memegang dadanya, jantungnya nyaris tak berdetak.
“Jangan tiba-tiba kambuh serangan jantung di sini
Aiy, nanti kita nda jadi nikah,” ucap Adam bergurau mengingat penyakit yang
diidap Aiyra. “Pasti kamu mikir saya mau sama kamu karena nazar dengan Mr.
Aris?” tanya Adam.
Aiyra mengangguk.
“Enggak lah Aiy, nazar atau pun nda, saya bakal
nikah sama kamu, nanti kita lihat salju turun di Jepang sama-sama,” ucap Adam
sembari menyunggingkan senyum bulan sabit yang selalu membuat Aiyra terpikat.
***
17
Januari 2006
Aiyra menyuapkan ayam goreng terakhirnya, ia
menatap Adam yang duduk tak tepat di sampingnya. Ia melihat laki-laki itu diam.
“Fahisya mau nikah,” ucap Adam dengan nada risau.
Aiyra mengangguk, ia ingat Fahisya ialah mantan
pacar Adam. “Dia bilang gitu?”
“Dia sms saya begitu,” jawabnya singkat.
“Sudahlah kak, paling dia manas-manasi aja, orang
dia masih kuliah juga,” ucap Aiyra sembari tersenyum mencoba membuat Adam ikut
tersenyum.
“Kamu nggak tau apa-apa soal Fahisya!” bentak
Adam.
Aiyra tersentak, Ia tak menyangka Adam akan
membentaknya karena perkara kecil, “Kalau kakak masih suka sama Fahisya,
yasudah sama Fahisya aja, sudah kejar aja Fahisya,” ucap Aiyra menggebu kesal.
Adam menggelengkan kepalanya, “Maaf kalau kata-kata
saya menyinggung Aiy.”
Aiyra berdiri terpaku menatap Adam dengan
kemarahan tertahan, ia berbalik menuju pintu keluar.
“Tunggu saya Aiy, kalau saya siap, saya datang,”
ucap Adam lirih melihat Aiyra yang melangkah semakin menjauh.
***
14 Maret 2010
“Lama
tak berjumpa,” ucap lelaki itu menyunggingkan senyum hangat.
Aiyra
masih terdiam, ia merasa tubuhnya seakan mulai membeku. Ia tak sanggup
berkata-kata. Suasana dingin membeku, air liurnya pun seakan tak sanggup keluar
dari tenggorokan.
“Apa
kabar?” tanya lelaki itu kembali.
“Seperti
yang terlihat, baik,” jawab Aiyra pelan.
“Mau
kemana?” ujar lelaki itu sembari memperbaiki letak kacamata berlensa
bikonkafnya.
Kau
menanyakan mau kemana seperti kita berada di Indonesia saja!
“Kembali ke hotel.”
Lelaki
itu berjalan perlahan lalu berhenti tepat di samping Aiyra. “Biar saya antar.”
Aiyra
kembali melangkahkan kaki kanannya perlahan, mulai memijakkan kakinya dan
menyadarkan dirinya jika ia ada di bumi dan ini bukan mimpi.
“Lama
kita tak berjumpa, dan akhirnya kita ketemu di sini.”
Aiyra
terdiam. Iya lama semenjak kejadian itu.
“Ada
acara apa di sini Aiy?” tanyanya.
“Peliputan
student exchange, saya seorang wartawan, kakak?”
Lelaki
itu menyibakkan rambutnya. “Saya nyusul Mr. Rais ke sini.”
Aiyra
membelalakkan matanya.
“Jangan
kaget gitu,” ucapnya tersenyum tipis lalu menghentikan langkahnya.
Aiyra terdiam.
“Saya
masih ingat janji saya ke kamu kalau kita akan sama-sama melihat salju jatuh di
Jepang, dan saya rasa sepertinya takdir membawa saya untuk menepati janji itu,”
lelaki itu kembali tersenyum lalu mengeluarkan tangannya dari dalam saku jaket.
Ia membuka telapak tangannya lalu menengadahkan kepalanya ke atas. Sebutir
salju jatuh tepat di tengah telapak tangannya. “Sekarang kita melihat salju
bersama-sama di Jepang kan Aiy,” ucapnya lalu beralih menatap mata Aiyra yang
mulai berkaca-kaca.
Aiyra
mengangguk.
“Maaf
menunggu saya lama,” ucap lelaki itu perlahan, matanya bersinar redup.
Aiyra
mengangguk.
“Saya
nggak mau buat kamu nunggu lebih lama lagi Aiy, saya mau ngasih sesuatu ke
kamu,” ujarnya lalu mengambil selembar amplop berbentuk coklat dengan pita di tengahnya
yang menutup isi di dalamnya.
Aiy
mengambil amplop yang disodorkan kepadanya. “Apa ini?” tanyanya sembari
mengerutkan dahi.
“Undangan,”
ucap lelaki itu lirih, dengan sirat mata yang tak dapat dipahami.
“Undangan
apa?” Tanya Aiyra, semakin bingung, mata coklatnya semakin membulat.
“Pernikahan,”
ucapnya perlahan, matanya yang menyendu tertutup kacamata lensa bikonkafnya.
Aiyra
terdiam sesaat mencoba mencerna kata-kata yang baru saja di dengarnya. “Siapa?”
“Saya,”
ucapnya lirih.
Aiyra
kembali tertegun. “Dengan?”
“Fahisya…”
jawab Adam singkat sembari menundukkan kepalanya.
Aiyra
berdiri mematung, salju yang turun membuat lidahnya semakin beku bahkan mata
bulatnya tak sanggung berkedip. Bulir air mata hanya tertahan hingga di kelopak
matanya. Pandangannya mengabur sesaat, ia segera berbalik lalu berusaha
berlari.
Adam
terdiam sesaat, ia masih menundukkan kepalanya. Ia tahu perasaan ini
menyesakkan dada dengan rasa bersalah. Ia masih saja menunduk hingga suara dentuman keras membuat Adam
terkaget lalu berlari ke arah Aiyra yang telah yang telah terbaring di tengah
salju dengan telapak tangan memegang dada.
***
14
Maret 2011
Salju
turun semakin lebat, suara isak tangis nyaris bersatu dengan suara doa-doa yang
dilafadzkan ustad. Sesuai surat terakhir yang tertulis, ia ingin dikuburkan di
Jepang. Di negeri tempat ia merasakan sejuta koyakan. Tanah pekuburan yang
membeku sudah digali seukuran 2x1 m2. Sesosok wanita dengan kulit
putih dan badan berisi terisak tanpa henti tepat di sebelah tanah kuburan yang
ditimbun semakin meninggi. Sedangkan Aiyra hanya dapat mematung membaca surat
yang berada di tangannya.
Hai Aiyra, gmna
keadaanmu? Membaik? Apa rasanya memiliki jantungku? Detakannya masih sama
bukan? ^_^ detakan yang sama disaat aku melihatmu untuk pertama kalinya. Maaf
sudah membuatmu gagal jantung dengan berita pernikahanku.. Aku tak sanggup
hidup bahagia dengan rasa dada yang terkoyak penuh penyesalan atas hilangnya
dirimu.
Maaf jika
perasaanku terhadapmu tak pernah bisa sama dengan perasaanku terhadap Fahisya.
Aku tak bisa memberikan hatiku padamu, aku hanya mampu memberikan jantungku
padamu, agar kau dapat merasakan detakkannya. Aku boleh meminta satu hal padamu? Jangan
beritahu siapapun tentang donor jantung ini, cukup kamu, dokter dan Allah saja
yang tahu. J
With Love,
Adam
Air mata Aiyra tak mampu berhenti membasahi
pipinya, ngilu tulang akibat dingin suasana Jepang tak mampu mengalahkan rasa
ngilu yang menusuk hingga ke ulu hatinya. Jantungnya yang belum lama ini
berdetak seolah kembali berhenti sesaat.
2 comments:
#akurapopo zah, hiks!
sasa jangan nagis >.< aku sedih jadinya u.u
Post a Comment