RSS

Indonesia


1.      Berdasarkan proses mengikuti mata kuliah Manusia dan Kebudayaan Indonesia selama 1 semester berikan pemahaman anda sendiri tentang Budaya Indonesia saat ini!
Budaya masyarakat Indonesia saat ini mengalami pergeseran. Semakin hari semakin terasimilasi oleh budaya asing. Walaupun program globalisasi tentang pengangkatan nilai-nilai lokal gencar disuarakan, namun tak dapat dipungkiri hantaman keras budaya-budaya luar tak dapat terelakkan lagi.
Masyarakat Indonesia yang seharusnya memiliki budaya ketimuran menjaga sopan santun adat istiadat, kini hanya tinggal mimpi. Banyaknya kasus tawuran siswa memberikan bukti bahwa sopan santun adat istiadat atau yang sering disebut sebagai pendidikan karakter tidak berjalan di Indonesia. Semua menjadikan angka sebagai tolak ukur, bukan lagi nilai-nilai moral.
Demokrasi berjalan dengan sempurna, semua orang merasa bebas berpendapat, bebas memilih, namun disinilah masalahnya demokrasi yang diagung-agungkan menjadi hak setiap warga negara tak ubahnya sebuah kamuflase dibalik kebobrokan moral bangsa. Semua hampir dianggap bebas tanpa batas, dalam kata lain demokrasi hampir beralih pada liberal.

Kolam penampung limbah batu bara

Dari segi style budaya Indonesia nyaris tertekan. Pakaian tanpa kesopanan dianggap sebagai kebebasan berekspresi. Padahal budaya ketimuran sangatlah kental akan sopan santun, mulai dari tingkah hingga pakaian.
Selain itu kapitalisme yang mulai merangsek masuk ke dalam Indonesia, mengakibatkan budaya gotong royong terganti dengan budaya individualis. Ketika tidak ada lagi rasa peduli maka apalah lagi arti nilai sebuah negara. Semua mementingkan diri sendiri yang penting tidak merugikan dan tidak dirugikan. Materi seolah menjadi tolak ukur dalam segala hal, jika dirasa menguntungkan maka di ambil jika tidak maka untuk apa diambil. Itu yang menyebabkan banyak orang kota yang tidak mengenal tetangga sebelah rumahnya dan menghilangkan budaya gotong royong.
Mengutip dari palopos.co.id “Menurut Karl Marx negara demokrasi adalah negara kapitalis, karena negara dikontrol oleh logika ekonomi kapitalis yang mendiktekan bahwa kebanyakan keputusan politik harus menguntungkan kepentingan kapitalis.” Dari kutipan tersebut dapat kita asumsikan bahwa Indonesia ialah negara kapitalis.
Budaya selanjutnya ialah budaya peminat-minta. Bahkan kepala negara sendiri seolah mengekalkan budaya tersebut. Yaitu saat kenaikan harga BBM tahun 2008, pemerintah mengambil kebijakan tersebut setelah hadirnya pro kontra kenaikan BBM. Namun sebenarnya itulah yang menyebabkan masyarakat kita selalu berada dalam kemiskinan, karena mentalnya bukan mental persaingan namun mental menerima bantuan.
Hal tersebut juga terjadi pada sistem pendidikan kita yaitu dengan sistem ceramah. Guru dijadikan tonggak utama sumber informasi siswa. Kembali mental ‘penerima’ terbangun sejak dini. Menjadikan masyarakat Indonesia malas untuk mencari informasi, mengembangkan IPTEK. Budaya selalu menerima inilah yang akhirnya menimbulkan kemiskinan yang tak pernah kunjung selesai.
Satu lagi budaya Indonesia yang tidak dapat dipungkiri ialah budaya korupsi. Budaya ini seolah mengakar di Indonesia. Hampir semua lapisan pemerintahan melakukannya, mulai dari korupsi kecil-kecilan seperti pungutan liar (pungli) bahkan sampai korupsi besar-besaran, yang tentunya dilakukan oleh orang yang pendidikannya lebih tinggi dari pelaku pungli.
Jadi sesuai dengan nama negara Indonesia saat ini, yaitu negara berkembang. Maka kebudayaan Indonesia saat ini juga ikut berkembang, mulai dari kebudayaan yang baik hingga yang buruk. Kebudayaan yang baik terkadang berkembang lebih baik atau bahkan perkembangannya memburuk, begitu pula perkembangan budaya yang buruk terkadang berkembang lebih baik atau berkembang lebih buruk.
2.      Dari seluruh materi Manusia dan Kebudayaan Indonesia yang telah diberikan, materi manakah yang berkesan dan terekam dalam benak anda? Berikan alasannya!
Hampir semua mata kuliah terekam dengan baik, namun ada dua yang cukup menggugah, yang pertama ialah tentang ciri-ciri manusia Indonesia, kemudian yang kedua ialah saat mengunjungi lokasi tambang.
Mulai dari penjelasan pertama yaitu tentang ciri-ciri masyarakat Indonesia. Mochtar lubis memberikan pendapat bahwa manusia Indonesia itu memiliki enam ciri-ciri, yaitu:
Pertama, munafik. Mempunyai penampilan yang berbeda, di depan dan belakang.  Sifat  ini  muncul karena sejak lama  manusia  Indonesia mengalami  penindasan  sehingga tidak mampu untuk  mengungkapkan  apa sebenarnya yang dikehendakinya, dan sesuai dengan hati nuraninya
Kedua,  segan  dan  enggan  bertanggungjawab  atas  perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. Di sini,  mereka lebih  mudah untuk melemparkan tanggungjawab kepada orang lain, dari bertanggungjawab  atas sesuatu kesalahan atau kegagalan. Akan  tetapi jika   merupakan  suatu  keberhasilan, maka  mereka  paling   depan mengatakan, itu karena saya.
Ketiga,  jiwa  feodalistik. Mereka yang  mempunyai  kekuatan  dan kekuasaan  harus dihormati oleh yang dikuasai, yang kecil dan tanpa kekuasaan  harus  mengabdi  kepada yang besar. Segala sesuatu  yang berhubungan dengan yang berkuasa, juga harus dihormati oleh  mereka yang  di bawahnya, isteri bawahan harus menghormat isteri  atasan, anak bawahan harus menomersatukan anak atasan, dan seterusnya.
Keempat,  percaya tahayul. Latar belakang  ‘agama’  asli  manusia Indonesia  yang animis dan spiritis -termasuk di dalamnya  totemisme dan dinamisme- yang sudah berakar, menjadikan apa pun agama manusia Indonesia, ia tetap mempertahankan hal-hal yang supra  natural  dari ‘agama’ asli tersebut.
Kelima, artistik.  Ciri ini selalu memperlihatkan  sesuatu  yang indah, baik, bagus serta mempesonakan untuk dipandang. Ciri ini  bisa mampu menyimpan atau menyembunyikan keadaan sebenarnya yang ada dalam hidupnya, jiwanya, kalbunya.  Orang asing -turis mancanegara-  paling senang menonton nuansa artistik manusia Indonesia ini, karena  memang dipertontonkan  oleh  manusia  Indonesia sendiri.  Ciri  ini mungkin datang dari sikap manusia Indonesia yang ramah dan menyenangkan orang lain, sehingga tidak mau siapa pun melihat hal-hal jelek, tidak baik, dan buruk dari dalam diri mereka.
Keenam,  watak yang lemah. Manusia Indonesia kurang  kuat  dalam mempertahankan  dan memperjuangkan keyakinan serta pendiriannya.  Hal menjadikan manusia Indonesia cepat berubah prinsipnya,  seiring dengan tekanan yang ia dapatkan dari luar dirinya.
Mengapa materi ciri-ciri masyarakat Indonesia ini begitu berkesan? Karena ketika ciri-ciri pertama tentang munafik itu disebutkan. Kita sebagai orang Indonesia seperti ditampar. Suka tidak suka itulah kita, kita yang sedang dibicarakan dalam ciri-ciri tersebut. Apakah kita termasuk orang munafik? Itu pertanyaan besar yang ada di kepala saat ciri-ciri pertama disebutkan. Begitu juga ketika ciri-ciri lain disebutkan. Materi ini membuat berfikir sesuatu yang tak pernah terfikirkan. Begitukah ciri-ciri masyarakat Indonesia? Masyarakat Indonesia? Kita masyarakat Indonesia bukan? Apakah kita masuk ke dalam enam ciri-ciri masyarakat Indonesia itu?
Materi kedua yang menarik ialah ketika kami diajak langsung kelapangan. Materinya yaitu tentang pengaruh tambang terhadap kebudayaan. Mengapa sangat berkesan? Yang pertama jelas karena aspek visual sangat terpuaskan, secara langsung melihat kondisi di lapangan. Tentu beda ketika melihat pada gambar, layar, atau langsung melihat kondisi alam sebenarnya.
Alasan ke dua ialah bertambahnya pengetahuan tentang seberapa besar ternyata dampak yang diberikan tambang terhadap kebudayaan masyarakat sekitar tambang. Khususnya para petani yang sebelum tambang masuk dan setelah tambang masuk.
Dalam materi ini kita dapat langsung menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada kawasan itu tidak lagi hanya dapat berkata ‘katanya’, namun kita langsung mendapatkan informasi dari sumbernya, yaitu para petani itu sendiri.
Gambar di atas ialah gambar kolam yang menampung limbah cair batu bara. Air inilah yang saat kemarau digunakan petani untuk mengairi sawah. Jelas air yang digunakan ini sangat buruk kualitasnya karena merupakan air buangan.
Keadaan ditambah parah lagi dengan jarak tambang dengan sawah serta pemukiman yang sangat dekat. Namun anehnya sebagaimana yang dikutip oleh koran Pos Kota Kaltim,
"Memang ada yang mengusulkan sampai 1 kilometer, tapi saya pikir itu terlalu jauh. Sedangkan kita tahu, tambang batu bara di Samarinda ini sudah ada dimana-mana. Makanya itu 500 meter saja, saya pikir itu sudah sangat cukup sekali," kata Sugiono yang juga anggota Komisi III DPRD Samarinda, kemarin.

Pendapat Komisi III DPR di atas seolah membiarkan tambang yang sudah ada di mana-mana ini. Seharusnya pemerintah menertibkan, bukan malah mengurangi jarak tambang dengan pemukiman. Sebagaimana kita tahu bahwa beberapa pekan lalu dua anak kecil menjadi korban tambang yang terlalu dekat dengan pemukiman.
Selain itu seharusnya pemerintah juga memikirkan polusi yang disebabkan oleh tambang. Apabila terlalu dekat dengan pemukiman dapat mengganggu perkembangan anak-anak. Debu-debu akibat pertambangan sudah tidak dapat terelakkan lagi, merusak padi, serta mengganggu pernapasan warga. Bukan hanya air pollution, namun juga voice pollution yaitu polusi suara akibat aktivitas truk pengangkut batu-bara yang mau tidak mau melewati pemukiman warga. Suara yang ditimbulkan oleh truk dapat mengganggu aktivitas belajar anak-anak, apalagi banyak perusahaan batu-bara yang dekat dengan sekolahan.
Alasan ke tiga adalah kita tahu banyak hal salah satunya bahwa penambang sesungguhnya tidak dapat bertanggung jawab terhadap bekas penambangannya. Banyak kolam-kolam sisa penambangan yang tidak tereklamasi. Bahkan ketika ditanya tentang hasil reklamasi mereka seolah melepas tanggung jawab dan berkilah banyak hal yang jelas tidak masuk di akal. Sudah jelas mereka menambang di daerah Makroman, namun kami mahasiswa disuruh melihat reklamasi di KPC. Dengan alasan kami perusahaan baru lalu mereka dapat berkata belum melakukan reklamasi.
3.      Apa pesan atau yang akan anda lakukan untuk memberikan harapan yang lebih baik bagi budaya Indonesia saat ini
Pesan untuk budaya Indonesia:
Sebagaimana kita tahu bahwa dalam kebudayaan terdapat nilai-nilai, terdapat nilai moral, etika, serta edukasi. Oleh sebab itu, kebudayaan yang dianggap mampu membuat negara ini berkembang sebaiknya dilestarikan. Misalnya saja budaya-budaya yang sekiranya dapat memberikan masukan bagi negara. Budaya melestarikan kebudayaan nenek moyang, seperti tari-tarian, alat musik, sebaiknya dilestarikan karena budaya seperti ini ialah aset sebuah negara. Menjadi ciri khas serta kemudian bisa saja menjadi identitas negara. Membuat negara semakin dikenal.
Selain itu budaya yang menyangkut nilai moral juga harus tetap dipertahankan. Seperti budaya 5 S, salam, sapa, senyum, sopan, dan santun. Sebagaimana kita tahu masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat yang ramah. Oleh sebab itu marilah dilestarikan, jangan hanya seperti angin lalu yang ‘terdengar’ ramah namun di dalam negeri semua mau menang sendiri.
Sedangkan budaya-budaya yang sekiranya tidak membuat negara ini berkembang, atau bahkan membuat negara ini semakin terpuruk dan berdampak negatif sebaiknya mulai diperbaiki atau bahkan dihilangkan. Seperti budaya yang selalu ‘menerima’ dalam artian selalu ingin mendapatkan tanpa berusaha mencarinya sendiri. Budaya ini mengakibatkan kemiskinan melanda Indonesia tak pernah terselesaikan. Sebaiknya pemerintah mulai menggenjot mental masyarakatnya agar tak lagi memiliki mental seorang ‘peminta’. Merubah sistem pendidikan juga perlu dilakukan agar guru tidak menjadi satu-satunya sumber informasi. Murid atau siswa harus dapat berkembang agar tak malas menggali IPTEK.
Pemerintah memang sudah memberikan banyak solusi pengentasan kemiskinan. Namun sayangnya solusi tersebut tidak efektif. Seperti Bantuan Langsung Tunai, kebijakan ini ternyata bukanlah solusi pengentasan kemiskinan, karena malah membuat masyarakat Indonesia seperti pengemis di negeri sendiri.
Dikutip dari blogdetik.com BLT malah menimbulkan masalah baru, yaitu:
Pertama, BLT tidak memiliki efektifitas dari segi penyaluran di lapangan. Kita sering dengar kasus pemberian bantuan yang tidak tepat sasaran. Barangkali pemerintah dapat menanggap ini bersifat kasuistik. Namun pada praktiknya, kesalahan penyaluran bantuan awal dari data yang tidak jelas, pendataan warga miskin dilakukan secara asal-asalan hingga menimbulkan konflik tersendiri di masyarakat.
Kedua :masalah sosial, BLT menyebabkan moral hazard melekat, dimana BLT dapat menurunkan mental masyarakat dan tidak mendidik secara jangka panjang. Terdapat sebagian masyarakat yang pada akhirnya mengaku miskin karena ingin mendapatkan bantuan. Mereka bangga dengan cap miskin demi memperoleh rupiah tertentu. Mental masyarakat akan terbentuk menjadi mental para pengemis yang maunya meminta-minta karena adanya program kebijakan BLT.
Ketiga: BLT ajang peluang korupsi. Kita lihat bukti kongkrit atas realisasi BLT tahun 2009 lalu. Ahmad Supriyanto, terdakwa kasus korupsi dana BLT yang di limpahkan kasus persidangannya di Pengadilan Negeri Tangerang. Ini cuma sebangsa koruptor kelas teri yang tertangkap lalu di hukum.
Ke-empat,: BLT merupakan upaya suap rakyat secara massal yang dibungkus secara apik agar terkesal legal atau istilah kerennya political bribery yang dilakukan oleh pemerintah pada rakyatnya secara sistematik dan terencana. Karena seperti yang kita ketahui, Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM akan menyulut aksi demonstrasi besar-besaran. Dan BLT berfungsi sebagai alat peredam.
Jelas bukan bahwa BLT bukanlah solusi untuk penuntasan kemiskinan. Mental lah yang harus dibangun pemerintah.
Budaya yang juga seharusnya dihilangkan ialah budaya buang sampah sembarangan. Budaya ini jelas sangat merugikan Indonesia. Negara sepatutnya memiliki kebersihan yang terjaga, namun kelemahan masyarakat Indonesia ialah tidak mencintai kebersihan negaranya. Bahkan tak segan berkata ‘bukan orang Indonesia kalau tidak buang sampah sembarangan.’ Disinilah seharusnya mental mencintai tanah air bukan hanya berasal dari ucapan, namun perlu bukti. Bukti cinta Indonesia secara menyeluruh, sehingga tak segan menjaga apapun di dalamnya.
Menurut data Bank Dunia yang dikutip oleh hijau.com di Indonesia, jumlah sampah padat yang diproduksi secara nasional mencapai 151.921 ton per hari. Hal itu berarti, setiap penduduk Indonesia rata-rata membuang sampah padat sebesar 0,85 kg setiap hari. Data Bank Dunia juga menyebutkan, dari total sampah yang dihasilkan secara nasional, hanya 80% yang berhasil dikumpulkan. Sisa terbuang mencemari lingkungan. Jika dari data tersebut, maka 20% dari 151.921 ton sampah atau 30384,2 ton sampah per hari mencemari lingkungan. Mengotori sungai, berserakan di jalan, menghambat saluran air. Inilah yang akhirnya menyebabkan masalah banjir yang tak pernah terselesaikan. Seharusnya setiap warga memiliki kesadaran untuk tidak melanjutkan budaya membuang sampah sembarangan.
Yang ingin saya lakukan untuk budaya Indonesia ini ialah berusaha mencintai Indonesia dengan cinta seutuh-utuhnya cinta. Mulai dari cinta tradisinya, cinta negaranya, cinta untuk menjaganya.
Tak perlu bermimpi jauh untuk mengubah dunia, cukup dari diri sendiri dulu dari hal yang terkecil, dan yang paling penting ialah mulai dari saat ini. Jangan tunggu ‘nanti’ untuk mencintai, memberbaiki kualitas diri kemudian kualitas sebuah bangsa.
Jika sudah mampu merubah diri sendiri untuk lebih peduli, mulai ubah orang sekitar. Misalnya saja dengan kampanye dan tindakan langsung untuk menyadarkan warga agar tidak membuang sampah sembarangan. Jadikan sampah menjadi barang yang memiliki nilai jual, agar budaya membuang sampah sembarangan tidak dilanjutkan.
Ketika saya berdiri sebagai seorang pendidik, maka yang ingin saya lakukan untuk merubah mental bangsa ini agar terlepas dari kemiskinan ialah dengan mengajarkan mereka pendidikan berkarakter yang anti untuk banyak ‘meminta’ tapi mulailah untuk banyak memberi.
Jika saya sebagai seorang seniman, yang ingin saya lakukan ialah mulai menyadarkan masyarakat akan pentingnya budaya sebagai aset negara. Sebetulnya kurangnya minat masyarakat kepada budaya tradisional ialah akibat dari kurangnya apresiasi. Oleh sebab itu maka yang ingin saya lakukan ialah memberikan apresiasi, bukan hanya simbolis sekali saja, namun secara berkesinambungan.
Untuk mengatasi budaya membuang sampah sembarangan. Saya ingin berusaha sedikit-sedikit budaya membuang sampah sembarangan dengan budaya mengolah sampah. Sudah banyak didengar memang bahwa ternyata sampah dapat menjadi barang berharga. Dimulai dari gerakan reduce, reuse, serta recycle atau yang sering di dengar dengan 3R.
Reduce, yaitu mulai mengurangi sampah. Caranya yaitu dengan tidak banyak menggunakan botol plastik dan karton, namun lebih banyak menggunakan botol kaca. Seperti yang kita tahu plastik merupakan bahan yang tidak dapat diuraikan oleh bakteri, serta jika dibakar akan mencemari lingkungan.
Reuse, yaitu menggunakan kembali. Jadi yang dimaksud ialah menggunakan barang-barang secara efisien. Misalnya saja seperti kertas yang sudah dipakai salah satu sisinya tidak langsung di buang, namun sisi sebelahnya dapat digunakan untuk mencatat hal-hal kecil.
Recycle, ini ialah cara yang sangat gencar disuarakan di Indonesia, yaitu mengolah sampah kembali menjadi barang yang lebih berguna. Misalnya saja pada sampah rumah tangga dapat diubah menjadi pupuk kompos. Botol plastik dapat dijadikan mainan anak-anak. Tentunya melalui proses.
Saya ingin sekali melakukan tiga proses ini, terutama untuk menggedor pemerintah agar merubah kebijakannya tentang membuang sampah. Seperti yang dikutip dalam kopasiana.com bahwa dulu Jepang adalah negara yang tidak peduli dengan lingkungan, namun sekarang siapa yang meragukan bahwa Jepang ialah negara bersih dengan pengolahan sampah terbaik. Hal ini bermula dari gerakan masyarakat seperti LSM yang peduli mulai dari hal kecil seperti memungut sampah, kampanye tentang kebersihan, kemudian 3R tadi, dan semua yang mereka lakukan dari hal yang terkecil tadi dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah tentang peraturan pembuangan sampah.
Semua sampah di Jepang dipisah-pisahkan, lalu dibawa sesuai jadwal. Setelah diproses ternyata dapat berguna sebagai pembangkit listrik, cone-block untuk lapisan jalanan, dan lain-lain. Semua yang didapatkan Jepang hasil produksi sampah bukanlah hal yang mudah karena juga dapat perlawanan dari orang-orang lanjut usia yang merasa repot untuk memisahkan-misahkan sampah, namun toh usaha LSM tersebut membuahkan hasil.
Jadi jangan pantang menyerah memang tak boleh terlalu terpengaruh terhadap budaya luar, namun jika budaya itu menghasilkan keuntungan bahkan berdampak baik bagi Indonesia dan tidak menghilangkan ciri khas Indonesia mengapa tidak patut dicoba? Saya ingin Indonesia memiliki budaya pengolahan sampah seperti di Jepang.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment

Recent comments

Liariteteh. Powered by Blogger.