Mika
"Karena cintamu ialah serpihan kaca, maka aku yang salah telah menggenggamnya"
"Karena cintamu ialah serpihan kaca, maka aku yang salah telah menggenggamnya"
***
Jarum jam telah menunjukkan pukul 09.00,
aku masih berdiri menyampaikan materi seminar Pra Kongres Bahasa di depan
perwakilan daerah Kalimantan Timur. Hikmat kulihat setiap peserta
mendengarkanku, tak sengaja mataku beradu pandang dengan salah satu peserta
yang beberapa detik membuatku kehilangan konsentrasi, lalu aku berusaha kembali
pada presentasi yang ku bawakan. “Dia kah
itu?” batinku.
Mataku lahap berinteraksi dengan peserta
di ruangan Marine meeting room Swiss
bell-hotel borneo, namun tak ku biarkan mataku menyapu bagian kiri ujung
ruangan, tempat ia duduk. Beberapa peserta mengangkat tangan mengajukan
pertanyaan, aku berharap ia tak mengangkat tangannya. Namun ia mengangkat
tangannya, aku menelan ludah sesaat, lalu aku bersyukur ketika moderator
mengatakan kuota pertanyaan habis karena sudah mepet dengan waktu coffee break. Aku menjawab tiga
pertanyaan dengan lancar, beberapa peserta bahkan memberikan tepuk tangan
untukku. Aku kembali duduk sembari tersenyum manis, disambut dengan closing moderator yang mempersilahkan
peserta untuk mengambil hidangan yang sudah di siapkan oleh pihak hotel.
Aku membereskan barang-barangku lalu
menuju tempat teh, kopi dan beberapa hidangan kecil dipersiapkan. Segera ku
ambil secangkir teh, salad buah, dan beberapa kue kemudian duduk di meja bundar
yang masih kosong. Ku makan perlahan buah yang telah ku ambil, terasa sedikit
mual. Wajahku mungkin menespresikannya, hingga seseorang datang memberikanku
tablet hijau obat maag.
“Masih suka telat makan Rein?” tanyanya
ringan sembari menduduki kursi kosong yang ada di sampingku.
Aku terdiam, sepanjang seminar aku
berusaha tak menatapnya, lalu sekarang ia malah menghampiriku, duduk di
sampingku.